TabloidMnI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai penurunan harga
minyak dunia seharusnya juga turut menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM)
yang beredar di masyarakat. Hal itu harus dilakukan oleh PT Pertamina (persero)
sebagai penyalur BBM pelat merah.
Anggota BPK, Achsanul Kosasih mengatakan, dengan harga
minyak dunia yang rendah, seharusnya ini bisa menjadi pertimbangan Pertamina
untuk menekan lagi harga BBM, agar juga bisa mendorong ekonomi masyarakat.
"Dengan harga minyak yang turun ini, memang disatu
sisi, Pertamina sangat diuntungkan ya. Apalagi untungnya juga besar. Seharusnya
masih bisa turun lagi untuk BBM-nya. Agar masyarakat bisa turut
menikmati," kata Achsanul dalam keterangannya, Jumat (30/9/2016).
Berdasarkan laporan keuangan Pertamina di semester I
2016, keuntungan Pertamina dari penjualan BBM subsidi mencapai Rp 8,3 triliun.
Hal itu dinilai sangat besar untuk kondisi harga minyak dunia yang masih
fluktuatif bahkan cenderung rendah.
"Tidak sepantasnya Pertamina menangguk untung besar
dari jualan BBM bersubsidi sehingga rakyat yang harus membayar mahal,"
lanjut Achsanul.
Sebelumnya dalam laporan keuangan di semester I 2016,
Pertamina meraih untung hingga 755 juta dollar atau setara dengan Rp 9,81
triliun (asumsi rupiah Rp 13.000 per dollar AS).
Keuntungan didapat dari pelaksanaan Public Service
Obligation (PSO) dan penugasan (kerosene, LPG 3 kg, solar dan premium
non-Jamali).
Rinciannya, keuntungan dari penjualan BBM PSO dan
penugasan mencapai 637 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,3 triliun. Lalu dari
LPG 3 kg sebesar 117 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,5 triliun.
Laba usaha BBM PSO ini ternyata 449,9 persen lebih tinggi
dibandingkan periode sama di 2015.
Tingginya kenaikan laba ini disebabkan oleh rendahnya
biaya produk sejalan dengan penurunan harga MOPS (Mid Oils Platts Singapore)
dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang merupakan komponen pembentuk biaya
produk.
Realisasi ICP di semester I 2016 hanya 36,16 dollar AS
per barel, jauh dibawah RKAP Pertamina sebesar 50 dollar AS per barel.
Maka dengan modal harga minyak yang rendah dan menjual
BBM dan LPG subsidi di harga tinggi, Pertamina mampu mengantongi EBITDA sebesar
4,1 miliar dollar AS, dengan EBITDA margin 23,9 persen atau 128 persen dari
RKAP yang dirancang perusahaan.
0 komentar:
Post a Comment