MNi/ Jakarta- Pemerintah dalam hal ini Kementerian
BUMN, telah membuat kesepakatan pinjaman antara tiga bank BUMN yakni bank
Mandiri, BRI, dan BNI dengan China Development Bank (CDB). Total utang itu
bernilai $3 miliar dalam jangka waktu 10 tahun, masing-masing bank BUMN sebesar
$1 miliar. Komposisinya, 30% dalam mata uang renminbi dan 70% dalam dolar
Amerika. Hal ini dikatakan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan.
Kesepakatan tersebut, kata Heri, diinisiasi langsung oleh Kementerian BUMN
tanpa sepengetahuan DPR sama sekali, “sungguh sangat disayangkan, keputusan itu
seperti mencederai semangat pembahasan RUU BUMN yang sedang berlangsung dimana
salah satu poin pentingnya adalah penguatan kontrol DPR terhadap setiap aksi
korporasi yang stratejik dan berisiko besar seperti hutang, dan lain
sebagainya” kata Heri pada MNi, Selasa (22/09/2015).
Wakil Ketua Komisi VI DPR itu menjelaskan, dengan kebijakan
sepihak itu DPR belum mendapat penjelasan resmi dari perbankan dimaksud dan
Menteri BUMN termasuk apa saja syarat dan persyaratan yang tertuang dalam
komitmen perjanjian, “tahu-tahu, ketiga BUMN itu sudah tergadai, jadi jaminan
hutang, tanpa kontrol DPR, semua hal dan kemungkinan bisa terjadi, pemberi
utang tentu tidak mau rugi. Jika tiba-tiba saja misalnya, sudah terjadi
share-swap (tukar guling, Red) atau tiba-tiba saja saham ketiga BUMN itu telah
dikuasai asing, siapa yang tahu, semuanya bisa saja terjadi” katanya.
Seharusnya secara etika, lanjut Heri, Kementerian BUMN
berkonsultasi dengan DPR terkait pinjaman yang memiliki resiko besar dan bisa
berdampak pada keuangan negara, apalagi, proporsi hutang swasta dan BUMN makin
meroket dengan angka yang fantastis yakni di atas 80% dari utang luar negeri.
Cara-cara Menteri BUMN yang main putus sepihak ini, kata Heri, akan memunculkan
banyak spekulasi, terlebih alasan pinjaman itu ditujukan untuk membiayai proyek
infrastruktur yang sebetulnya pembahasannya belum clear dan masih memiliki
peluang gagal.
Heri menjelaskan, utang jangka panjang, risiko hutang itu
bisa menggerus sumber penerimaan ketiga BUMN karena harus membayar cicilan
pinjaman dalam jangka panjang sehingga profit dan atau dividen juga ikut
menurun yang artinya dalam jangka panjang penerimaan negara dari dividen akan
berkurang, proyek infrastruktur yang dimaksud sampai saat ini belum clear dan
mengalami berbagai hambatan sehingga berpotensi kuat untuk gagal yang pada
akhirnya tidak ada opsi lain selain menggadaikan ketiga BUMN itu sebagai
jaminan, begitu juga tingkat pengembalian hutang tersebut sangat bergantung
pada berhasil atau tidaknya proyek infrastruktur maka mestinya dipastikan terlebih
dulu proyek-proyek yang dimaksud punya nilai ekonomis yang berimbang atau
tidak.
Ada dugaan kuat telah terjadi barter proyek dalam
kesepakatan pinjaman antara tiga bank BUMN (Mandiri, BRI, dan BNI, Red) dengan
China Development Bank (CDB), padahal dikeahui selama ini, realisasi proyek
yang ditangani Cina banyak yang bermasalah seperti yang terjadi pada proyek
listrik 10.000 MW tahap satu dan dua. Dalam kondisi seperti ini, Wakil Ketua
Komisi VI DPR ini menyebutkan barter proyek tersebut sedang terancam untuk
mendapat infrastruktur dengan kualitas yang patut dipertanyakan, “inilah risiko
yang kita dapat dari hutang ketiga BUMN itu, kalau pada akhirnya gagal,
tertimpa tangga pula, sudah ngutang, proyek gagal, BUMN pun tergadaikan,
celaka” pungkasnya./ Red*
0 komentar:
Post a Comment